MediandaTerkini – Sahabat medianda
terkini Wanita mempunyai keistimewaan tersendiri. Organ pr0duksi dalam tubuhnya
dapat mengeluarkan kotoran dengan sendirinya. Yang kita kenal sebagai haid. Ya,
haid adalah merupakan darah kotor yang keluar dari v4g1na wanita. Biasanya
darah ini keluar dalam sebulan satu kali. Dengan begitu, seorang wanita
dikatakan tidak bermasalah dalam alat repr0duksinya jika ia selalu mengalami
haid secara rutin.
Sahabat medianda terkini ketika
haid, seorang wanita bisa dikatakan dalam keadaan kotor. Mengapa? Sebab, ia
sedang mengeluarkan kotoran-kotoran dalam tubuhnya. Sehingga, ketika darah itu
telah berhenti, maka wajib baginya untuk mandi. Nah, ketika mandi haid, ada
tata caranya tersendiri. Seperti apakah itu?
Agar ibadah kita diterima Allah
maka dalam melaksanakan salah satu ajaran Islam ini, kita harus melaksanakannya
sesuai tuntunan Rasulullah ﷺ. Dan Rasulullah telah
menyebutkan tata cara mandi haid dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari
‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa Asma’ binti Syakal Radhiyallahu ‘Anha bertanya
kepada Rasulullah ﷺ tentang mandi haid.
Rasulullah ﷺ
bersabda, “Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dan sidrahnya
(daun pohon bidara, atau boleh juga digunakan pengganti sidr seperti: sabun dan
semacamnya-pent) kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya, kemudian dia
menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat
sehingga air sampai pada kulit kepalanya, kemudian dia menyiramkan air ke
seluruh badannya, lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak
wangi kasturi, kemudian dia bersuci dengannya.”
Maka Asma’ berkata, “Bagaimana
aku bersuci dengannya?” Beliau ﷺ bersabda, “Maha Suci Allah.”
Maka ‘Aisyah berkata kepada Asma’, “Engkau mengikuti (mengusap) bekas darah
(dengan kain/ kapas itu).”
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha
bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi ﷺ tentang mandi dari
haid. Maka beliau memerintahkan tata cara bersuci, beliau bersabda, “Hendaklah
dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian
bersucilah dengannya. Wanita itu berkata, “Bagaimana caranya aku bersuci
dengannya?” Beliau bersabda, “Maha Suci Allah bersucilah!” Maka ‘Aisyah menarik
wanita itu kemudian berkata, “Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu
dengannya (potongan kain/ kapas),” (HR. Muslim: 332).
An-Nawawi Rahimahullah berkata
(1/628), “Jumhur ulama berkata (bekas darah) adalah farji (kemaluan).” Beliau
berkata (1/627), “Diantara sunah bagi wanita yang mandi dari haid adalah
mengambil minyak wangi kemudian menuangkan pada kapas, kain atau semacamnya,
lalu memasukkannya ke dalam farjinya setelah selesai mandi, hal ini disukai
juga bagi wanita-wanita yang nifas karena nifas adalah haid,” (Dinukil dari
Jami’ Ahkaam an-Nisaa’: 117 juz: 1).
Syaikh Mushthafa Al-‘Adawy
berkata, “Wajib bagi wanita untuk memastikan sampainya air ke pangkal rambutnya
pada waktu mandinya dari haid baik dengan menguraikan jalinan rambut atau
tidak. Apabila air tidak dapat sampai pada pangkal rambut kecuali dengan
menguraikan jalinan rambut maka dia (wanita tersebut) menguraikannya -bukan
karena menguraikan jalinan rambut adalah wajib- tetapi agar air dapat sampai ke
pangkal rambutnya. Wallahu a’lam,” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam An-Nisaa’ hal:
121-122 juz: 1 cet: Daar As-Sunah).
Maka wajib bagi wanita apabila
telah bersih dari haid untuk mandi dengan membersihkan seluruh anggota badan,
minimal dengan menyiramkan air ke seluruh badannya sampai ke pangkal rambutnya.
Dan yang lebih utama adalah dengan tata cara mandi yang terdapat dalam hadis
Nabi ﷺ,
ringkasnya sebagai berikut:
1. Wanita tersebut mengambil
air dan sabunnya, kemudian berwudhu’ dan membaguskan wudhu’nya.
2. Menyiramkan air ke atas
kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air dapat sampai pada
tempat tumbuhnya rambut. Dalam hal ini tidak wajib baginya untuk menguraikan
jalinan rambut kecuali apabila dengan menguraikan jalinan akan dapat membantu
sampainya air ke tempat tumbuhnya rambut (kulit kepala).
3. Menyiramkan air ke badannya.
4. Mengambil secarik kain atau
kapas, atau semisalnya lalu diberi minyak wangi kasturi atau semisalnya
kemudian mengusap bekas darah (farji) dengannya.
Semoga bermanfaat.
Sumber/Artikel Asli : Majalah As Sunah
Edisi 04/Th.IV/1420-2000, oleh Ummu ‘Athiyah yang kami kutip dari
www.muslimah.or.id | ruangmuslimah